Skenario II
Tugas IV – Biografi Karakter
Dosen: RB Armantono
Semester 3 – Fakultas Film dan Televisi, IKJ
Peter Parker – Spiderman
Aku adalah si kikuk yang tak bisa berjalan sendiri ke rumah tanpa kacamata. Tubuhku pendek dan kurus, tepat sekali untuk menjadi sasaran bully orang-orang di sekolah. Buktinya, sering sekali mereka meneriakan namaku dari jauh, “Hai Peter!” atau “Hai Parker!” atau memanggilku lengkap, “Hei Peter Parker!” Lalu saat aku menoleh, bola basket mendarat keras di wajahku.
Sejak kecil, aku tinggal dengan Paman Ben dan Bibi May. Merekalah yang merawatku sampai aku tumbuh dan siap untuk berbalik merawat mereka. Bibi May adalah wanita yang lembut, tutur katanya baik, meski kadang dipenuhi dengan petuah yang membosankan. Sedangkan Paman Ben adalah pria tua yang bijaksana, dari dia aku belajar banyak hal tetang hidup. Kami selalu bersama sejak aku kecil, maka sangat wajar jika dia sangat mengerti diriku.
Paman Ben bilang, nama depanku, Peter, adalah hasil pemberian ibu. Sedangkan nama belakangku, Parker, adalah nama belakang ayahku. Aku tidak peduli dengan itu karena sampai aku dewasa aku tidak pernah tahu siapa mereka, bagaimana rupa mereka, dan mengapa sekarang aku tinggal dengan paman dan bibiku saja.
Aku adalah anak yang cukup pintar di sekolah, dan tentu saja, orang pintar selalu punya sedikit teman. Hary adalah satu-satunya temanku. Ia datang dari keluarga kaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan ayahnya.
Aku cukup ahli dengan ilmu pasti. Seperti penghitungan, fisika, menghafal, maupun mengingat banyak kata dari banyak buku. Namun sesekali aku terus berpikir bahwa itu semua tidak begitu berarti.
Di sekolah, ada wanita yang menarik perhatianku. Dia adalah Mary Jane. Satu-satunya wanita yang membuatku enggan berpaling untuk menatapnya dari jauh. Sesuatu menghalangiku untuk melangkah mendekat ke arahnya. Jika aku adalah golongan orang-orang yang di-bully, Mary Jane datang dari golongan orang-orang yang mem-bully, maka tidak mungkin kami berinterikasi dengan baik, apalagi sampai memiliki hubungan yang penting. Lagi pula, Mary Jane sepertinya mencari pria tampan dan mapan, bukan pria yang pergi ke sekolah dengan menaiki bus.
Aku sering menghabiskan waktu di kamar kecilku yang tanpa fasilitas hebat. Membaca buku, belajar, tertidur, lalu kembali belajar, dan kembali tertidur lagi. Paman Ben dan Bibi May tidak pernah marah dengan aku yang cenderung kurang bergaul di luar. Sejak aku dewasa, mereka sudah terbiasa dengan sikapku yang demikian.
Di sebuah museum pada acara study tour sekolah, sesuatu terjadi. Sesuatu yang mengawali semuanya. Membuatku memulai hidup yang benar-benar berbeda dari sebelumnya.
Setelah meninggalkan bekas di tanganku, laba-laba itu membuatku menjadi pria ajaib yang mengemban tanggung jawab besar. Banyak hal yang dulu tidak pernah aku pikirkan dan pedulikan, kini dengan sukarela menjadi begitu penting untukku. Seperti menjaga, menolong, membuat kota dan orang-orang di dalamnya aman, memastikan paman dan bibiku tertidur nyenyak di ranjang tuanya, menjaga Mary Jane dari jauh, dan mengawasi Hary tanpa ia tahu.
Sisi-sisi gelap di hidupku yang dulu belum sepenuhnya hilang, hanya saja kini aku mulai bisa memperbaikinya satu persatu. Aku mulai hidup yang baru, tanpa kacamata, dengan berat badan yang yang bertambah dan tinggi badan yang meningkat. Tubuhku juga mulai terbentuk, terlihat dari kaosku yang kini terasa sesak.
Namun aku sadar, tidak ada sesuatu yang benar-benar berubah atau benar-benar hilang. Kegelapan itu menghadirkan kegelapan baru. Kehebatanku memunculkan beban yang sama besarnya. Kekuatan datang bersama kelemahannya.
Comments: no replies