Baca Episode sebelumnya > The Fabulous Ella – Eps. 03
Wajahnya berdarah, Ella kehilangan keseimbangan hingga tanpa sengaja menodorong meja yang di atasnya berjajar gelas untuk para tamu. Meja tersebut jatuh, berikut gelas-gelas di atasnya yang pecah ke lantai dan mengeluarkan suara bising. Orang-orang di istana pun menoleh karena mendengar suara gaduh tersebut.
Pangeran memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari mengejar Ella. Ella yang sadar akan hal itu segera bangkit dan berlari, namun terpelset karena banyak air yang tumpah ke lantai hingga ia menabrak pelayan yang membawa nampan. Ella jatuh terbaring dan pelayan itu menjatuhkan nampannya.
“Arghh!!!” Teriak Ella saat es jeruk tumpah ke wajahnya yang tertancap duri-duri ikan.
‘TANG!!’ berikut dengan nampannya.
Pangeran yang nyaris mendekat pun ikut terpeleset dan berhasil memegang kaki Ella.
‘TENG… TENG… TENG…’ Suara jam di dinding istana. Ella bangkit, ia tak mau pangeran dan orang-orang di istana tahu bahwa semuanya hanya sihir. Ella menarik paksa kakinya yang di pegang pangeran dan ia berlari keluar istana.
Pangeran masih tengkurap di lantai, ia melihat Ella yang telah melewati pintu istana. Dengan segala usahanya, ia tak bisa menahan Ella sama sekali, yang di dapat hanya salah satu sepatu kaca Ella yang kini ada di tangannya.
Esoknya, pangeran bangun dari tidur. Ia kaget melihat sepatu kaca yang di letakan di meja telah berubah menjadi sebuh gigi seri. Hal itu membuat pangeran berpikir ada sesuatu dengan gadis yang berdansa dengannya semalam. Maka, pangeran pun bertekad mencari gadis tersebut saat ini juga.
Kini Ella kembali menjadi gadis lusuh dan berdebu. Semuanya telah kembali seperti semula, begitu juga giginya yang terlah terpasang kembali dengan sendirinya, kecuali satu gigi serinya yang tertinggal di istana. Wajah Ella penuh luka akibat kekacauan di istana semalam, bahkan ia takut melihat wajahnya sendiri di cermin, tapi Ella tak menyesalinya. Baik Ella maupun pangeran, sama-sama tidak bisa melupakan malam tersebut. Ia bahkan hampir terjaga tadi malam karena terus memikirkan pangeran.
Ella teringat pada ibu dan kedua saudari tirinya, kini ia harus menghadapi amarah mereka. Sebelum semuanya bertambah parah, Ella sengaja menyiapkan makanan untuk ibu dan saudari tirinya, namun mereka masih tertidur. Karena kekacauan di istana semalam, para tamu baru pulang dari istana saat hari sudah hampir pagi, termasuk ibu dan kedua saudari tirinya.
Siang hari, usai menyiapkan makanan, sebuah burung tiba di jendela kamar Ella, terdapat gulungan kertas yang di ikatkan pada kaki burung tersebut. Ella mengambilnya, membacanya. Sebuah surat yang di kirim dari rumah yang jauh di ujung hutan selatan.
Neneknya sakit keras dan sedang melewati masa kritis. Begitulah isi surat tersebut. Ella sedih. Ia tak mau hanya berdiam diri di rumah dan mendengar kabar bahwa neneknya meninggal, sama seperti yang terjadi pada ayah dan ibunya. Paling tidak, bila neneknya tak tertolong, Ella ingin melihat neneknya di saat-saat terakhir. Begitulah yang terbenak di hati Ella.
Usai menyiapkan makanan untuk di bawa ke rumah neneknya, Ella pergi melalui jendela kamarnya. Ella tak mau ibu atau saudari tirinya tau ia pergi ke rumah neneknya, karena bisa saja ia tak diizinkan akibat yang terjadi di istana semalam.
Karena wajahnya penuh luka, Ella menutupnya dengan tudung (kerudung) berwarna merah milik mendiang ibunya, dan berharap orang-orang di desa tak melihat luka di wajahnya, atau bahkan tak mengenalinya.
Ella berjalan menyusuri desa. Dengan kain berwarna merah yang merekat di kepalanya, menyerupai kerudung. Ia membawa keranjang berisi jus anggur dan roti pisang untuk neneknya.
Ella hanya menoleh sedikit, sambil menutupi wajahnya dengan kerudung yang ia pakai.
Orang-orang di desa memperhatikan dia.“Hei, gadis berkerudung merah.” Kata salah seorang di desa, “Apa kau orang baru di sini?” tanyanya kepada Ella.
“Gadis berkerudung merah, apa kau pengembara? Kau mencari seseorang di desa ini atau hanya sedang lewat?” Tanya pria lain di depan wajah Ella.
“Aku hanya sedang lewat, Tuan.” Kata Ella dengan suara yang sedikit diredam. Lalu Ella segera pergi dari hadapan pria tersebut.
Sementara itu, ibu dan saudari tiri Ella telah terbangun dari tidurnya. Mereka bingung karena Ella tidak ada di mana pun. Tetapi untunglah makanan untuk mereka telah tersedia rapih di meja makan.
Ella terus berjalan, ia nyaris tiba di ujung desa, melewati banyak orang yang memperhatikannya. Ia terlihat asing dengan kerudung merah yang merekat di kepalanya hingga orang-orang di desa tak mengenalinya.
“Hei! Si kerudung merah itu menuju hutan!” Ujar salah seorang pria yang melihat Ella menuju ke hutan.
Seorang wanita tua menghampir Ella, “Kerudung merah,” menarik tangan Ella, “Kau tak boleh masuk ke hutan itu. Ada serigala buas di sana.”
“Tapi aku harus melewati hutan itu untuk ke rumah nenekku.” Kata Ella kepada seorang wanita tua tersebut.
“Percayalah, sudah banyak warga desa yang hilang di dalam hutan itu.”
“Tak apa, Bu. Aku akan berhati-hati.” Kata Ella tanpa memperlihatkan wajahnya.
Ella pun melanjutkan perjalanannya melewati hutan tersebut.
Bersamaan dengan Ella yang pergi ke hutan selatan, terdengar kabar bahwa pangeran sedang mencari gadis yang berdansa dengannya semalam, dengan cara mencocokan gigi seri yang ada di tangan pangeran.
Dengan kereta kuda dan para pengawalnya, pangeran berkeliling, datang ke setiap rumah di setiap desa.
Sebenarnya pangeran sudah mencari sejak pagi, namun kabar tersebut baru terdengar di desa Selatan sore hari. Kabar itu membuat para gadis di desa Selatan kegirangan. Termasuk kedua saudari tiri Ella. Para gadis melakukan segala cara agar gigi serinya lepas dan cocok dengan gigi seri yang dibawa pangeran.
Di bantu ibunya, kedua saudari tiri Ella berusaha mencabut gigi serinya sendiri. Kakak tiri pertama Ella meminum cairan dalam botol beling kecil yang dibelinya pada seorang tabib. Cairan yang katanya bila diteteskan pada gigi akan membuat gigi itu keropos dan hilang dengan cepat.
“ARGHHH!!!” Teriak kakak tiri pertama Ella saat sadar bahwa gigi di dalam mulutnya hilang semua. Harusnya, cairan itu untuk di teteskan pada salah satu gigi saja, tapi ia malah meminumnya.
Berbeda dengan kakak pertamanya, kakak tiri kedua Ella mencabut giginya sendiri dengan perkakas. Semacam penjepit untuk mencabut paku.
“ARGHH!!!! SAKIT SEKALI!!!” Teriaknya tak kalah keras dengan kakaknya. Gigi serinya kini tercabut, bersama dengan darah dari gusinya.
Ella masuk ke hutan. Langkahnya hati-hati. Matanya menoleh ke sana ke mari dan terus waspada. Ella jadi teringat pada ibu dan kedua saudari tirinya, ia membayangkan bahwa sekarang mereka sedang marah besar karena Ella pergi tanpa pamit, terlebih dengan apa yang terjadi semalam di istana. Pikiran itu membuat Ella tak enak hati, ia pun istirahat sebentar di bawah pohon yang teduh, sambil memakan sedikit makanan yang dibawanya, yang sengaja ia buat untuk bekal dia dan neneknya.
Rombongan pangeran masih di desa selatan, ia mampir ke setiap rumah untuk mencari gadisnya. Melelahkan, namun pangeran tak mau menyerah.
Ibu tiri Ella menyambut pangeran dan para pengawal yang tiba di rumahnya. Mula-mula pengawal bertanya ada berapa gadis di rumah. Ibu Ella menjawab hanya dua.
“Aneh, orang di rumah sebelumnya bilang ada tiga gadis di sini.” Kata pengawal itu kebingungan.
“Tidak. Mungkin dia salah, atau kau yang tak mendengar.” Kata ibu Ella kepada pengawal yang telah ada di dalam rumahnya.
“Baiklah. Kalau begitu, di mana kedua anakmu.”
Rombongan pangeran yang tiba di rumah Ella sedang menunggu kedua saudiri tiri Ella yang berada di kamarnya, mempersiapkan diri mereka di hadapan pangeran. Mereka mengenakan gaun dan berusaha terlihat cantik agar sama seperti Ella saat di istana.
Sementara itu, Ella masih beristirahat di hutan, usai memakan bekalnya, matanya terpejam dan tubuhnya bersandar pada pohon besar. Hari sudah hampir gelap. Saat nyaris terlelap, suara gaduh di semak-semak membangunkannya.
Bersambung…..
Baca Episode selanjutnya > The Fabulous Ella – Eps. 05
Comments: no replies