Kemarin gue dari Klaten, btw. Acara Study Penghayatan Lingkungan (SPL) yang diadakan kampus gue, IKJ.
Malam terakhir di Klaten, gue dan temen (cewek) gue, janji untuk bertemu di Loby hotel pukul 5 pagi.
Malam itu gue ada di kamar Faris. Kami memutuskan untuk begadang supaya gue gak telat ketemu dia jam 5 nanti. Di kamar Faris, kami berdialog banyak, sampai persedian kopi dan air mineral habis. Akhirnya kami meminjam motor satpam hotel untuk pergi ke alfamart, membeli amunisi untuk begadang.
Bergelas-gelas kopi kami minum, tapi kantuk tetap tidak terelakan. Gue melihat ada 3 jenis kopi di sana. White Coffe, kopi hitam, dan Good Day Latte. White coffe adalah kopi yang gak bikin kembung, lalu kopi hitam adalah kopi pahit yang bikin melek, dan Good Day Latte adalah kopi yang memberikan ketenangan, cocok sekali untuk gue yang sedang tegang, menanti jam 5 nanti untuk bertemu perempuan. Gue rasa ketiga kopi yang memiliki kekuatan berbeda, kalo disatukan akan menjadi lebih kuat. Lalu gue bereksperimen, gue mencampur ketiganya. Gue meminumnya dengan penuh keyakinan, Faris melihat gue dengan khawatir…. dan, DUARR!! Rasanya najiiis!!!
Setelah bertahan dengan mata yang sangat sayu, gue melangkah terhuyung-huyung menuju loby pukul 5 tepat. Menunggu dia dengan senyum lebar. Duduk manis, membuka chat room kami yang masih sama seperti semalam.
Jam 05:50, dia belum juga datang. Tidak ada pesan masuk dari dia di handphone gue. Lalu dengan sisa-sisa kegantengan yang gue miliki, gue pergi meninggalkan loby, kembali ke kamar gue sendiri untuk mandi dan prepare, karena hari itu bus akan mengantar kami semua kembali ke Jakarta.
Di perjalanan pulang, gue ada di satu bus yang sama dengan dia. Tidak ada percakapan di antara kami sampai bus tiba di Jakarta dan kami sama-sama kembali tidur di rumah masing-masing.
Besoknya, setelah berdamai dengan waktu, gue dan dia bertemu di kampus. Pada sebuah sore yang cuacanya sangat tidak menentu, seperti dialog kami waktu itu. Kemudian kami duduk di pelataran TIM, menghadap persis ke jalan raya. Kami mengobrol cukup panjang.
Dia: “Fan… soal di Klaten kemarin, maaf yah, gue telat bangun, jadi gak dateng.”
Gue: “Iya gapapa. Tenang aja.”
Dia: “Gue gak enak banget tau.”
Gue: “Santai, udah kejadian juga. Mau diapain lagi. Eh lu suka latte gak? Duh, sayang banget yah kita gak bisa sampe malem. Padahal gue mau ngajak lu ngopi di tempat gue biasa ngopi gitu.”
Dia: “Di mana tuh? Gue suka banget tau. Yaudah, kan bisa lain kali.”
Gue: “Iya iya.”
Dia: “Lo tuh setiap hari ngopi ya? Itu tiap pagi pasti update rasa kopi lu mulu, udah gitu rasanya beda-beda terus lagi.”
Gue: “Iya. Tiap pagi gue ngopi. Hahahah… Kopi yang gue minum sama kok tiap pagi. Tapi rasanya jadi beda tergantung sama perasaan gue waktu minum itu.”
Dia: “Kok bisa gitu, aneh banget. Hahahh.”
Gue: “Bisalah… Gue akan selalu dapet rasa yang beda tiap minum latte, tergantung sama apa yang lagi gue rasain. Kayak itu, tau gak, si ‘Charlie Brown’ di komik ‘Peanuts’. Jadi ceritanya dia tuh orang yang suka banget sama selai kacang, terus waktu cintanya gak berbalas sama cewek yang dia suka, rasa selai kacang itu jadi ilang di lidahya.”
Dia: Ya, mungkin bener ya yang orang-orang bilang. Perasaan seseorang bisa berpengaruh sama hal favoritnya. Kira-kira kalo lu ngalamin cinta tak berbalas, rasa kopi lu gimana yah? Hahah”
Gue: “Hem, hambar.”
Dia: “Udah? Cuma hambar? Ah gak seru. Hahahh”
Kami ngobrol ngalor ngidul sampai senja terlewatkan dan suara adzan magrib terdengar. Gue melihat dia yang sedang sibuk menatap jalan raya di depannya. Tanpa sadar bahwa dia sedang diperhatikan, persis seperti kemarin, saat kami ada di bus yang sama pada perjalan pulang dari Klaten. Gue melihat kerudung bermotif lucu itu merapatkan wajahnya ke arah jendela, menikmati pemandangan yang dihadirkan di kaca tempatnya bersandar. Dan sama seperti kemarin, hari ini gue ingin sekali melihat ke arah yang dia lihat.
Gue mengantar dia menuju kosannya yang tidak jauh dari TIM. Begitu dekat dengan kosannya, gue bilang…
Gue: “Unriquited love itu gak enak banget yah. Rasanya seperti diingatkan bahwa kita memang tidak sempurna, atau setidaknya tidak cukup sempurna untuk orang tersebut.”
Dia: “Iya, bener. Dan kaya yang lo bilang, semuanya jadi gak ada rasanya.”
Kami berdua diam….
Dia: “Kalo elo, pernah gak dapet cinta tak berbalas?”
Gue: “Pernah.”
Dia: “Oh ya?”
Gue: “Iya.”
Satu hal yang tidak dia tahu adalah, gue pernah suka banget sama dia. Dan dia, waktu itu, tidak pernah menunjukan hal yang sama.
Ini yang ironis, dia adalah orang yang membuat rasa kopi pagi gue jadi hambar.
inspired: Charlie Brown, peanuts. Radityadika.
Comments: no replies